Ciwaratri adalah hari suci
untuk melaksanakan pemujaan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan
Yang Maha Esa dalam perwujudan-Nya sebagai Sang Hyang Siwa. Hari Siwaratri mempunyai makna khusus bagi umat Hindu, karena pada hari tersebut Sang Hyang Siwa diyakini sedang melakukan yoga semadi. Sehubungan dengan hal tersebut, umat Hindu mengadakan
kegiatan yang mengarah pada usaha penyucian diri, pemusatan pikiran
kehadapan Sang Hyang Siwa, dalam usaha menemukan "kesadaran diri"
(atutur ikang atma ri jatinya). Hari Siwaratri jatuh pada hari "Catur Dasikrsnapaksa" bulan "Magha (panglong ping 14 sasih kapitu).
Di dalam sastra hindu yaitu lontar Lubdhaka (oleh Mpu Tantular) disebutkan tentang pelaksanaan hari Ciwaratri. Pelaksanaan hari Ciwaratri diawali dengan pembersihan badan dengan cara mandi di pagi hari. Setelah melakukan persembahyangan pagi, kemudian dilanjutkan dengan melakukan puasa. Pada malam harinya dilakukan sambang samadhi yaitu tidak tidur semalam suntuk dengan cara menenangkan pikiran atau membaca kitab-kitab suci.
Pada malam Ciwaratri ini, setiap orang mendapatkan kesempatan untuk melebur perbuatan buruknya dengan jalan melakukan brata Ciwaratri. Jadi sesungguhnya malam Ciwaratri adalah malam peleburan dosa, yaitu dosa-dosa yang telah dilakukan selama hidupnya. Orang yang paling berdosa sekalipun mendapat kesempatan melebur dosanya pada malam Ciwaratri.
Adapun brata Ciwaratri tediri dari tiga macam pantangan yaitu: monabrata (tidak berbicara), upawasa (tidak makan dan tidak minum) dan jagra (tidak tidur). Ketiga macam pantangan tersebut dilakukan dengan tiga tingkatan sesuai dengan kemampuan. Tiga tingkatan tesebut adalah:
Di dalam sastra hindu yaitu lontar Lubdhaka (oleh Mpu Tantular) disebutkan tentang pelaksanaan hari Ciwaratri. Pelaksanaan hari Ciwaratri diawali dengan pembersihan badan dengan cara mandi di pagi hari. Setelah melakukan persembahyangan pagi, kemudian dilanjutkan dengan melakukan puasa. Pada malam harinya dilakukan sambang samadhi yaitu tidak tidur semalam suntuk dengan cara menenangkan pikiran atau membaca kitab-kitab suci.
Pada malam Ciwaratri ini, setiap orang mendapatkan kesempatan untuk melebur perbuatan buruknya dengan jalan melakukan brata Ciwaratri. Jadi sesungguhnya malam Ciwaratri adalah malam peleburan dosa, yaitu dosa-dosa yang telah dilakukan selama hidupnya. Orang yang paling berdosa sekalipun mendapat kesempatan melebur dosanya pada malam Ciwaratri.
Adapun brata Ciwaratri tediri dari tiga macam pantangan yaitu: monabrata (tidak berbicara), upawasa (tidak makan dan tidak minum) dan jagra (tidak tidur). Ketiga macam pantangan tersebut dilakukan dengan tiga tingkatan sesuai dengan kemampuan. Tiga tingkatan tesebut adalah:
- Utama, melaksanakan: monabrata, upawasa, dan jagra
- Madya, melaksanakan: upawasa dan jagra
- Nista, melaksanakan: jagra
Lebih lanjut tentang pelaksanaan Ciwaratri adalah sebagai berikut:
- Untuk Sang Sadhaka disesuaikan dengan "dharmaning kawikon".
- Untuk Walaka, didahului dengan melaksanakan "sucilaksana" (mapaheningan) pada pagi hari panglong ping 14 sasih kapitu. Upacara dimulai pada hari menjelang malam dengan urutan sebagai berikut :
- "Maprayascita" sebagai pembersihan pikiran dan bathin.
- Ngaturang banten pajati (mempersembahkan sesajen pajati) di Sanggar Surya disertai persembahyangan kehadapan Sang Hyang Surya, mohon kesaksian-Nya.
- Sembahyang kehadapan leluhur yang telah "sidha dewata" mohon bantuan dan tuntunannya.
- Ngaturang banten pajati kehadapan Sang Hyang Siwa. Banten ditempatkan pada "Sanggar Tutuan" atau "Palinggih Padma" atau dapat pula pada "Piasan" di Pemerajan atau Sanggah. Kalau semuanya tidak ada, dapat pula diletakkan pada suatu tempat di halaman terbuka yang dipandang wajar dan diikuti sembahyang yang ditujukan kepada Sang Hyang Siwa dan Dewa Samodhaya. Setelah sembahyang dilanjutkan dengan nunas (mohon) "Tirta Pakuluh". Terakhir adalah "masegeh" di depan Sanggar Surya. Rangkaian upacara Siwaratri ditutup dengan melaksanakan "Dana Punia"
- Sementara proses itu berlangsung, agar tetap mentaati upawasa dan jagra. Upawasa berlangsung dari pagi hari pada panglong ping 14 sasih kapitu sampai dengan besok paginya (24 jam). Setelah itu sampai malam (12 jam) sudah bisa makan nasi putih berisi garam dan minum air putih. Jagra yang dimulai sejak panglong ping 14 berakhir besok harinya Pukul 18.00 (36 jam).
- Persembahyangan kehadapan Sang Hyang Siwa dengan banten pajati, dilakukan tiga kali, yaitu pada hari menjelang malam panglong ping 14 sasih kapitu, pada tengah malam, dan besoknya menjelang pagi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar